• Posted by : Unknown Rabu, 31 Mei 2017

    BAB I
    PENDAHULUAN

    A. Latar  Belakang
    Candi Mendut merupakan candi kedua terbesar di daerah Kedu setelah Borobudur. Candi ini terletak di desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Magelang, berjarak sekitar 38 km ke arah barat laut kota Yogyakarta dan 3 km dari Candi Barabudur. Candi Mendut merupakan pintu masuk ke tiga serangkai candi ini, terletak di pertemuan dua sungai penting yaitu Sungai Progo dan Sungai Elo. Berlawanan dengan candi-candi lain yang umumnya menghadap ke timur, jalan masuk Candi Mendut menghadap ke arah barat. Mungkin berhubungan dengan harapan pembangun candi agar menerima wahyu sebagaimana sang Buddha di arah barat di Taman Rusa di Benares. Candi Mendut, menurut ahli prasasti, disebutkan dalam prasasti-Karangtengah (dekat Temanggung) dengan nama Venu Vana Mandira yang artinya candi di tengah rumpun bambu. Candi Mendut memiliki panjang 13,7 meter dan lebar 13,7 meter, sedangkan tingginya 26,5 meter.
    Candi ini  ditemukan pada tahun 1834 oleh para seradu Belanda, dan direstorasi pada tahun 1897-1904. Para ahli menduga Candi Mendut didirikan pada tahun 784-792 Masehi oleh Raja Indra, ayah Raja Samaratungga. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Candi Mendut didirikan oleh Raja Samaratungga sendiri yang beragama Buddha dibantu oleh bawahannya Rakai Garut yang beragama Hindu sebagai perlambang bagus dan harmonisnya hubungan antar agama pada masa itu di kalangan masyarakat Jawa Kuno. Sewaktu candi ini dipugar, ditemukan bahwa Candi Mendut dibangun di atas candi lain peninggalan agama Hindu. Casparis menduga Candi Mendut dibangun untuk memuliakan leluhur raja-raja Syailendra. Pendapat lain mengatakan bahwa Candi Mendut dibangun untuk mengenang kotbah pertama Sang Buddha di Taman Rusa di Benares.



    B. Rumusan Masalah
    1. Dimana Lokasi Dan Letak Candi Mendut?
    2. Bagaimana Sejarah Candi Mendut?
    3. Bagaimana Kronoogi Candi Mendut?
    3. Bagaimana Struktur Bangunan Candi Mendut?
    4. Apa Saja Arca-Arca Dan Relief Di Candi Mendut?
    5. Apa Saja Nilai-Nilai Historis Yang Terkandung Di Candi Mendut?

    C. Tujuan Penelitian
    Tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai tugas kelompok Mata Kuliah “Sejarah Perkembsngsn Agama Buddha Di Dunia” yang diampu oleh dosen Paksi Rukmawati dan tujuan lainnya dari penulisan makalah ini adalah:
    1. Untuk Mengetahui Lebih Dalam Tentang Candi Mendut.
    2. Untuk Mengetahui :
    a. Lokasi Dan Letak Candi Mendut
    b. Sejarah Candi Mendut
    c. Kronologi Candi Mendut
    d. Struktur Bangunan Candi Mendut
    e. Arca-Arca Dan Relief Di Candi Mendut
    d.  Nilai-Nilai Historis Yang Terkandung Di Candi Mendut

    BAB II
    PEMBAHASAN

    A. Letak dan Lokasi Candi Mendut
    Candi Mendut berlokasi di Desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sekitar 38 km ke arah barat laut dari Yogyakarta. Candi mendut terletak hanya 2-3 kilometer dari Candi Borobudur sekitar 50 Km dari Yogyakarta , dengan koordinat 7.604750 S, 110.230100 E. Candi ini berada di tepi jalan menuju candi Borobudur,  sehingga candi ini mudah ditemukan.  Candi Mendut berbentuk menyerupai persegi, namun ukurannya tidak terlalu besar.
    Candi Mendut sangat ramai dikunjungi oleh wisatawan dari dalam negeri maupun luar negeri. Pada Hari Raya Waisak, candi ini sangat ramai sekali karena candi ini merupakan tempat prosesi awal acara perayaan Hari Waisak sebelum bergerak menuju candi Borobudur.
    B. Sejarah Candi Mendut
    Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, sehingga diperkirakan bahwa candi Mendut lebih tua dari candi Borobudur. Dlam prasasti itu disebutkan bahwa Raja Indra telah membangun bangunan suci bernama Venuwana yang artinya adalah hutan bambu, karena candi mendut terletak di tengah-tengah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis.
    Candi Mendut ini berada satu garis lurus dengan candi pawon dan candi Borobudur. Beberapa orang berspekulasi bahwa pada zaman dahulu, candi ini mungkin merupakan semacam gerbang masuk sebelum ke candi Borobudur, jadi, sebelum orang ke candi Borobudur, mereka akan singgah di candi ini.

    C. Kronologi Penemuan
    1836 : Pada tahun ini candi Mendut ditemukan yang telah terkubur dalam tanah kemudian dilakukan penggalian besar-besaran untuk membuka kembali bangunan candi Mendut secara keseluruhan. Beberapa bagian candi telah ditemukan dan dibersihkan kecuali atap candi yang tidak ditemukan.
    1897-1904 : Pemerintah Hindia-Belanda melakukan pemugaran candi pertama. Proses pemugaran candi dapat direkontruksi dengan baik termasuk bagian atapnya yang hilang, namun hasilnya masih belum sempurna.
    1908 : Candi mendut diperbaiki pemerintah Hindia Belanda yang dipimpin oleh Theodoor Van Erp. Pemugaran kedua ini fokus pada perbaikan bentuk,  penyempurnaan atap candi, dan pemaasangan kembali stupa-stupa.
     1956 : Sejumlah setupa disusun kembali.
    D. Setruktur Bangunan Dari Candi Mendut
          Candi Mendut dibangun menggunakan batu bata yang di campur dengan batu andesit yang sangat kokoh. Candi Mendut memiliki denah dasar berbentuk segi empat. Tinggi bangunan seluruhnya 26,40 m. Tubuh candi ini berdiri di atas batur setinggi sekitar 2 m. Di permukaan batur terdapat selasar yang cukup lebar dan dilengkapi dengan langkan. Dinding kaki candi dihiasi dengan 31 buah panel yang memuat berbagai relief cerita, pahatan bunga dan sulur-suluran yang indah. Di beberapa tempat di sepanjang dinding luar langkan terdapat Jaladwara atau saluran untuk membuang air dari selasar. Jaladwara terdapat di kebanyakan candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta, seperti di Candi Barabudhur, Candi Banyuniba, Candi Prambanan dan di Situs Ratu Boko. Jaladwara di setiap candi memiliki bentuk yang berbeda-beda.
    Tangga menuju selasar terletak di sisi barat, tepat di depan pintu masuk ke ruangan dalam tubuh candi. Pintu masuk ke ruangan dalam tubuh candi dilengkapi dengan bilik penampil yang menjorok keluar. Atap bilik penampil sama tinggi dan menyatu dengan atap tubuh candi. Terdapat gapura atau bingkai pintu pada dinding depan bilik penampil. Bilik itu sendiri berbentuk lorong dengan langit-langit berbentuk rongga memanjang dengan penampang segi tiga. Dinding pipi tangga dihiasi dengan beberapa panil berpahat yang menggambarkan berbagai cerita. Pangkal pipi tangga dihiasi dengan sepasang kepala naga yang mulutnya sedang menganga lebar, sementara di dalam mulutnya terdapat seekor binatang yang mirip singa. Di bawah kepala naga terdapat panil begambar makhluk kerdil mirip Gana.
    Atap candi itu terdiri dari tiga kubus yang disusun makin ke atas makin kecil, mirip atap candi-candi di Komplek Candi Dieng dan Gedongsongo. Di sekeliling kubus-kubus tersebut dihiasi dengan 48 stupa kecil. Puncak atap sudah tidak tersisa sehingga tidak diketahui lagi bentuk aslinya.  Atap candi berbentuk piramid, dengan batu pengancing di tengahnya, semua batu atap bertumpu pada batu pengancing ini.
    Ukiran atau relief yang ada di dinding sebelah timur candi melukiskan Bodhisatwa (Mansjuri dan Samanthabadra) yang dikenal oleh payung yang dibawanya. Di dinding selatan dilukiskan Dewi Tara keluar dari teratai di sebuah kolam yang airnya berasal dari air mata Avalokiteswara, yang duduk di atas padmasana, meneteskan air mata melihat penderitaan umat manusia. Di dinding belakang candi dilukiskan Avalokiteswara dan Kagarba yang membawa pedang. Ukiran raja-raja yang mengapit mereka merupakan raja-raja dinasti Syailendra. Sedangkan di dinding sebelah utara tampak ukiran timbul Dewi Tara, sebagai Sakti Buddha.
    E. Patung Buddha dan Relief-Relief
    Candi Mendut terdiri dari satu bangunan utama yang cukup besar dengan ruangan yang ada di dalamnya. Untuk memasuki ruangan, didepan pintu masuk terdapat tangga naik ke dalam candi yang menghadap ke barat. Di dalam ruangan candi tersebut terdapat tiga rupang Buddha yang berukuran cukup besar yang sampai saat ini masih terawat dengan baik.
    Rupang tersebut yaitu:
    a. Buddha Sakyamuni
    Digambarkan sedang duduk bersila dan terletak di tengah tepat di depan pintu masuk candi. Tangannya memutar Roda Dharma seperti sedang memberikan wejangan atau nasihat.
    b. Bodhisattva Avalokiteswara
    Bodhisattva Avalokiteswara terletak disebelah kanan arca Buddha Sakyamuni dan menghadap ke selatan. Posisi Bodhisattva Avalokiteswara dengan kaki kiri di lipat dan kaki kanan menjuntai kebawah dan menginjak bungga teratai. Posisi tangan sedang memegang bunga teratai yang diletakkannya di atas telapak tangan.
    c. Budha Maitreya
    Arca Maitreya terletak di sebelah kiri arca Buddha Sakyamuni dan menghadap ke utara. Posisi arca digambarkan sedang duduk dengan sikap tangan Simhakarnamudra dengan jari-jari tertutup. Buddha Maitreya dikisahkan sebagai penyelamat manusia di masa mendatang.
    Selain arca-arca yang terdapat di dalam candi, terdapat pula ukiran relif-relief yang mengambarkan cerita hewan atau jataka (Pancatantra).
    1. Relief 1 (Brahmana dan seekor kepiting), Rasa Welas Asih Menyelamatkan Diri Sendiri
    Maka adalah seorang brahmana yang datang dari dunia bawah dan bernama Dwijeswara. Ia terkenal sangat bijaksana karena ia sangat sayang terhadap segala jenis hewan. Maka berjalanlah beliau untuk sembahyang kegunung dan berjumpa dengan seekor kepiting yang bernama Astapada. Sang Kepiting mungkin tersesat dan sampai di puncak gunung dalam keadaan kelelahan dan kehausan. Hati Sang Brahmana terketuk melihat makhluk yang berada dalam kesusahan dan kebingungan. Kepiting tersebut oleh Sang Brahmana dimasukkan dalam buntalan pakaian dan dibawa berjalan. Setelah beberapa lama, Sang Brahmana tiba di sebuah sungai dan Sang Kepiting dilepaskan. Sang Brahmana merasa capai, beristirahat di atas batu datar dan ketiduran. Ia tidur dengan nikmat dan perasaan yang nyaman.
    Sang Brahmana bersyukur dianugerahi kesadaran sehingga dapat menyelamatkan makhluk yang sedang berada dalam penderitaan. Seekor Ular dan seekor Burung Gagak sedang berencana melakukan kejahatan. Kepada Burung Gagak, Ular minta diberitahu apabila ada orang ketiduran di atas batu, dia akan datang untuk memangsa orang itu. Tak berapa lama Burung Gagak melihat seorang brahmana sedang tidur di sana.
    Burung Gagak menemui Ular dan berkata ada manusia sedang tidur di sana. Burung Gagak mempersilakan Ular memangsanya, hanya sang Burung Gagak minta disisakan mata orang tersebut untuk menjadi santapan siangnya. Begitulah perjanjian mereka. Sang Kepiting Astapada mendengar pembicaraan mereka dan berpikir bahwa kedua hewan itu sama-sama buruk kelakuannya. Sang Kepiting mendatangi mereka dan menghipnotis keduanya: “Wahai kedua temanku percayalah kepadaku, aku akan berusaha memanjangkan leher kalian, agar kalian lebih dapat menikmati santapan. Mereka setuju dengan usul Sang Kepiting, dan mereka diminta mendekatkan lehernya. Saat keduanya menyerahkan leher untuk dipanjangkan, maka kedua leher tersebut digunting oleh Sang Kepiting dan keduanya mati seketika.
    Dari cerita relief ini dapat ditarik kesimpulan dari apa yang diajarkan oleh Buddha, bahwa hidup ini adalah saling tolong menolong. Semua makhluk adalah wujud-Nya, seseorang yang hidupnya penuh kasih akan mengasihi setiap makhluk. Apalagi Sang Brahmana dalam kisah tersebut paham bahwa setiap makhluk adalah wujud-Nya juga.
    2. Relief 2 (Angsa dan kura-kura)
    Dalam relief ini, cerita yang disajikan agak berbeda versinya dengan lukisan tersebut.
    Ada kura-kura bertempat tinggal di danau Kumudawati. Danau itu sangat permai, banyak tunjungnya beraneka warna, ada putih, merah dan (tunjung) biru.
    Ada sepasang suami-istri angsa jantan dan betina, berkeliaran mencari makan di danau Kumudawati yang asal airnya dari telaga Manasasara. Adapun nama angsa itu, si Cakrangga (nama) angsa jantan, si Cakranggi (nama) angsa betina. Mereka itu bersama-sama tinggal di telaga Kumudawati. Angsa tersebut berteman dengan Kura-Kura. Terpengaruh pergantian musim, danau tersebut kadang menyusut, kadang melimpah airnya. Kala air melimpah mereka bersuka ria. Kala air menyusut mereka menderita, bahkan cemas bila mengering kolamnya.
    Kedua angsa berkata bahwa mereka sudah bosan mengalami suka dan duka yang tak ada habisnya. Yang mungkin akan dialami mereka sepanjang hidupnya, sampai ajal menjemput mereka. Kedua angsa baru saja mendengar berita gembira. Seekor burung bijaksana berkata bahwa di puncak gunung ada sebuah telaga yang bernama “Telaga Kebahagiaan” dengan mata air yang tak ada habisnya. Kedua angsa bertekad bulat akan terbang menuju “Telaga Kebahagiaan” yang dapat membahagiakan mereka selamanya. Kura-kura tertarik dan berniat ingin ikut bersama angsa. Mereka berupaya mencari jalan keluarnya, dan sebuah ide cerdas diajukan Sang Kura-Kura yaitu dengan cara kedua angsa mencengkeram sepotong kayu pada ujung-ujungnya, dan Sang Kura-Kura menggigit di tengahnya. Kedua angsa menyetujuinya dan berpesan agar kura-kura selalu waspada, karena lengah sedikit saja, bahaya besar akan menimpanya. Sebelum terbang mereka berpesan agar kura-kura fokus menggigit kayunya dan tidak berbicara sepanjang perjalanannya.
    Di atas ladang sepasang serigala berkata, yang menggigit kayu itu bukan kura-kura tetapi kotoran kerbau, oleh-oleh buat anak angsa. Di atas desa anak-anak kecil terkagum, melihat kura-kura menggigit kayu yang dibawa terbang angsa di kanan dan kirinya. Anak-anak desa melambaikan tangannya dan berteriak, betapa berbahagianya Sang Kura-Kura. Seumur hidup belum pernah terjadi peristiwa yang demikian langka. Di atas taman istana para putri terpesona. Mereka ingin mengetahui bagaimana awal cerita Sang Kura-Kura mendapat karunia yang luar biasa. Sang Kura-Kura lengah ingin menjelaskannya. Gigitannya lepas dan jatuhlah ke tanah dan lalu dimakan oleh serigala jantan dan betina.
    Pesan dari relief tersebut yaitu kebiasaan terlalu banyak bicara membuat lengah dan mengundang bencana. Sehingga nasihat sekecil apapun adalah penting, dan jangan pernah meremehkan sebuah nasehat. Dari kisah Kura-Kura dan Angsa tersebut semoga dapat mengubah pandangan hidup kita masing-masing
    3. Relief 3 (Dharmabuddhi dan Dustabuddhi)
    Cerita ini mengenai dua orang sahabat anak para saudagar. Suatu hari Dharmabuddhi menemukan uang dan bercerita kepada kawannya Dustabuddhi. Lalu mereka berdua menyembunyikan uang ini di bawah sebuah pohon. Setiap kali mereka membutuhkan uang, Dharmabuddhi mengambil sebagian dan membagi secara adil. Tapi Dustabuddhi tidak puas dan suatu hari mengambil semua uang yang tersisa. Ia lalu menuduh Dharmabuddhi dan menyeretnya ke pengadilan. Tetapi akhirnya Dustabuddhi ketahuan dan dihukum.
    Dari relief ini dapat diambil kesimpulan bahwa ucapan adalah memegang peranan ynag sangat penting. Ucapan seharusnya tidak dikuasai dengan pikiran-pikira yang jahat seperti ketamakan keserakahan, kemarahan, kebencian, kesombongan, atau egois. Ucapan yang dapat menghambat ketenangan dan pemikiran benar, silat lidah membawa pada semua jenis pembicaraan yang salah.
    4. Relief 4 (Dua burung betet yang berbeda)
    Relief ini melukiskan cerita dua burung betet bersaudara namun berbeda kelakuannya karena yang satu dididik oleh seorang penyamun. Sedangkan yang satu oleh seorang pendeta.
    F. Nilai- Nilai Historis Berdirinya Candi Mendut
    1. Nilai Arkeologis
    Candi mendut di percaya mengandung data arkeologis yang bernilai dari sejarah bangsa indonesia.
    2. Nilai Historis
    Candi Mendut mempunyai nilai historis karena candi ini dipercaya bahwa kejadian-kejadian dan orang-orang terdahulu terlibat dengan monument dan situs adalah penting.
    3. Nilai Spiritual
    Candi Mendut mempunyai nilai spritual kerena dipercaya bahwa sekarang atau dahulu merupakan sebuah tempat suci dan mempunyai nilai-nilai penting religius, adakalanya bersifat simbolis atau transenden.
    4. Nilai Budaya
    Candi Mendut mempunyai nilai budaya karena Candi Mendut merupakan sebuah saksi tentang perkembangan budaya. Keberadaan candi mendut mengesahkan tanggapan mengenai masa lalu bengsa indonesia.
    5. Nilai Keindahan
    Candi Mendut mempunyai penampilan yang mempesona, mengaggumkan, dan luar biasa. Keluarbiasaan candi ini membuat pengunjung terpesona terkait dengan desain, cerita rakyat dan uraian keilmuaannya yang melekat pada keberadaan dan kecantikan panorama di sekitarnya.

    6. Nilai Ekonomi
    Keberadaan Candi mendut  mampu mendorong kegiatan ekonomi didaerah dimana candi itu berada dengan memberikan employment pada penduduk setempat melalui kepariwisataan dan semua bisnis serta perusahaan yang melayani secara lansung dan tidak langsung industry kepariwisataan nasional.
    Sewaktu belum dalam proses pemugaran, dalam keadaan yang semrawut Candi Medut telah mempu menarik perhatian wisatawan luar dan dalam negeri. Bersama-sama dengan Candi Prambanan, candi ini telah menjadi andalan bagi pengembangan ekonomi regional Jawa Tengah.
    7. Nilai Politik
    Relief Candi Mendut melambangkan atau mencerminkan suatu konsep politik atau pembangunan politik yang signifikan agar diingat oleh rakyat secara spontan agar penduduk menyadari kemudian menghayati makna atau pesan kemanusiaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


    BAB III
    PENUTUP

    Kesimpulan
    Bahwa candi Mendut merupakan salah satu candi yang bercorak Agama Buddha yang mengisahkan tentanga cerita-cerita tenta kehidupan hewan yang memberi contoh terhadap manusia di bumi dan juga membuka hati kepada manusia akan pentingnya melestarikan alam dan lingkungan sekitar, agar terciptanya perdamaian, kerukuan antara makluk hidup dengan manusia. Selain relief dalam candi mendut juga ada tiga patung Buddha yang memberikan cerminan bagi manusia yaitu salah satunya adalah : yaitu Buddha yang pernah hidup di dunia, dengan posisi tangan (mudra) memutar roda dharma, sebagai perlambang kotbah Buddha yang pertama kalinya di Taman Rusa di Benares, dengan posisi kaki menggantung, tidak bersila seperti biasanya. Di sebelah kirinya adalah patung Mansjuri atau Vajrapani sebagai Buddha pembebas manusia di kelak kemudian hari. Menurut Jacques Dumarçay patung tersebut menggambarkan Lokesvara, Boddhisatva yang menolak menjadi Buddha bila tidak semua manusia diselamatkan. Sedangkan di sebelah kanannya adalah Avalokiteswara, Buddha penolong manusia, dengan tanda patung Amithaba di keningnya. Dekat Candi Mendut ini sekarang didirikan sebuah Vihara Buddha yang megah yang menjadi salah satu tempat ibadah penting bagi umat Buddha terlebih saat dirayakannya Hari Raya Waisak setiap tahunnya untuk memperingati tiga peristiwa paling penting dalam hidup Buddha Siddharta Gautama yaitu kelahirannya, saat Beliau mencapai pencerahan yaitu menjadi Buddha, dan saat wafatnya.



    DAFTAR PUSTAKA

    Id.wikipedi.org/wiki/candi-mendut
    Purnu, 2010. Kajian Historis Candi Mendut





    { 4 komentar... read them below or Comment }

    1. Yogi Adi Dharma - My heart is entirely yours https://www.youtube.com/watch?v=UWBCP0cqY-E

      BalasHapus
    2. 6 Ciri cewek yang diam diam jatuh cinta https://www.youtube.com/watch?v=RunppWUsZxQ

      BalasHapus
    3. 9 Sifat cewek dilihat dari foto profil sosmednya https://www.youtube.com/watch?v=BjJRwwW1v7E

      BalasHapus

  • Copyright © - Jendela Dunia

    Jendela Dunia - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan