A. JUDUL
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MENURUNYA MINAT DALAM MENGIKUTI PUJA BAKTI ANJANGSANA OLEH
MUDA-MUDI DI DESA SAMPETAN TAHUN 2016/2017.
B. LATAR BELAKANG
Setiap manusia mempunyai keyakinan yang
berbeda-beda. Agama adalah pengalaman dan penghayatan dunia seseorang tentang
ke-Tuhanan disertai keimanan dan peribadatan. Pengalaman dan penghayatan itu
merangsang dan mendorong individu terhadap hakikat pengalaman kesucian,
penghayatan terhadap ke-Tuhanan atau sesuatu yang dirasakannya supernatural dan
diluar batas jangkauan dan kekuatan manusia..
Kehidupan beragama
mendorong masyarakat saling berinteraksi atau berhubungan dengan individu yang
lain. Hubungan tersebut akan mendorong dalam bekerjasama dan berorganisasi maka
dibutuhkan norma-norma dan nilai-nilai agama sebagai batasan tingkah laku
individu dalam bermasyarakat agar tercipta kekuatan dan keharmonisan dalam
lingkungan. Sehingga dalam masing-masing agama terkandung nilai-nilai atau
norma-norma sebagai batasan tingkah laku termasuk dalam agama Buddha.
Umat buddha dalam menjalankan
kehidupannya harus sesuai dengan nilai-niai yang telah di ajarkan oleh Sang
Buddha. Nilai-nilai agama Buddha dapat dikembangkan dengan perilaku prososial.
Perilaku peososial mencakup berbagai tindakan, anatara lain: berbagi, kerjasama,
menolong, kejujuran, kedermawanan, serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan
orang lain. Perilaku prososial masyarakat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan
positif yang dilaksanakan dilingkungan masyarakat tersebut khususnya
dilaksananaka oleh muda-mudi budhis. Salah satu kegiatan tersebut adalah dengan
mengikuti Puja Bakti Anjangsana yang dilaksanakan sekali dalam seminggu di
rumah umat Buddha secara bergiliran.
Puja bakti merupakan
salah satu upacara dalam agama Buddha yang memiliki tujuan untuk memberi
kekuatan pada praktisi dan mendorong perbuatan bajik secara nyata, sehingga
membawa berkat, keberuntungan dan kebahagiaan, baik bagi diriya sendiri maupun
makhluk lain (Mukti, 2006:81). Berkumpulnya muda-mudi dalam melaksanakan puja
bakti anjangsana sangat membawa pengaruh yang positif. Melalui kegiatan puja
bakti anjangsana muda-mudi buddhis dapat belajar untuk bersosialisasi atau
berinteraksi, berbagi, bekerjasama, berdisiplin, serta saling menghargai. Hal
ini juga karena mereka merupakan generasi penerus Buddha Dhamma yang akan
mengembangkan dhamma yang telah diajarkan oleh sang buddha.
Dalam melaksanakan puja bakti perlu didasari
dengan minat. Dalam Buddhis minat adalah kehendak,
keinginan, dan kesukaan. Nafsu keinginan merupakan suatu penghalang, penghambat yang menutupi
batin dan melemahkan kebijaksanaan (Tim Penyusun, 2003:73). Apabila sebagai generasi penerus dhamma tidak
mempunyai keinginan yang kuat untuk melakukan perbuatan baik atau dengan
melaksanakan puja bakti anjangsana, hal ini akan menghambat dalam perkembangan
dhamma. Pada kenyataannaya walaupun banyak muda-mudi yang
ada di desa, banyak di antara mereka yang jarang untuk melaksanakan puja bakti anjangsana secara rutin
bahkan dapat dikatakan jarang.
Melihat fenomena tersebut
diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui “Faktor-Faktor Penyebab Menurunnya Minat Dalam
Mengikuti Puja Bakti Anjangsana Oleh Muda-Mudi Di Desa Sampetan Tahun
2016/2017”.
C. RUMUSAN MASALAH
Adapun permasalahan yang
ingin dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor- faktor apakah yang menjadi penyebab
menurunnya minat
dalam mengikuti puja bakti anjangsana oleh muda-mudi di
desa sampetan tahun 2016/2017 ?
2. Bagaimana hubungan
fakror-faktor penyebab menurunnya minat dalam mengikuti puja bakti anjangsana oleh muda-mudi di
desa sampetan tahun 2016/2017 ?
D. TUJUAN PENELITIAN
1. Menjelaskan
faktor- faktor penyebab menurunnya minat dalam mengikuti puja
bakti anjangsana oleh muda-mudi di desa sampetan tahun 2016/2017.
2. Mendeskripsikan
hubungan faktor- faktor apakah yang menjadi penyebab menurunnya minat dalam mengikuti puja bakti anjangsana oleh muda-mudi di
desa sampetan tahun 2016/2017.
E. MANFAAT PENELITIAN
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan manfaat
secara praktis.
1.
Manfaat teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan oleh semua umat Buddha khususnya muda-mudi buddhis untuk
melaksanakan puja bakti anjangsana dengan rutin.
2.
Manfaat praktis
a.
Bagi penulis penelitian ini
dapat menguji kemampuan dan daya pikir dalam menganalisis dan melakukan
penelitian terhadap suatu masalah minat
yang dialami oleh muda-mudi .
b.
Bagi STIAB SMARATUNGGA,
diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan mengenai minat untuk melaksanakan puja bakti.
c.
Bagi umat Buddha terutama bagi para muda-mudi buddhis, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan informasi tentang minat untuk melaksanakan puja bakti.
F. LANDASAN TEORI
a. Minat
1. Pengertian Minat
Minat berkaitan dengan kekurangan dan dengan nilai
atau hal yang dianggap berharga yang dilihat, baik itu benar atau palsu.
Individu yang berminat terhadap sesuatu bila merasa ada kekurangan dalam
sesuatu hal dalam dirinya dan merasa perlu dipenuhi. Individu juga berminat
bila tertarik akan sesuatu yang dianggap berharga. Dengan demikian minat
tergantung dari diri pribadi masing-masing dan kebutuhan serta keinginan
(Hardjana, 1994:88).
Minat adalah rasa suka dan rasa keterikatan pada suatu
hal atau aktifitas tanpa ada yang menyuruh, minat pada hakekatnya adalah
penerimaan hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar dirinya, semakin
kuat atau semakin dekat hubungan maka semakin besar minatnya. Suatu minat dapat
diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih
menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui
partisipasi dalam suatu aktifitas (Slameto, 1988:182).
Minat dan perhatian pada umumnya adalah sama atau
tidak ada perbedaan. Memang keduanya hampir sama dan dalam praktek selalu
bergandengan satu sama lain. Minat atau interect seseorang yang tertentu pada
suatu obyek yang sebenarnya dimulai dengan adanya minat. Perhatian yaitu
keaktifan jiwa yang diarahkan kepada suatu objek tertentu. Di dalam gejala
perhatian, fungsi jiwa tersebut di atas, tetapi unsur pikiranlah yang terkuat
pengaruhnya. Antara minat dan perhatian
selalu berhubungan dalam prektek. Apa yang menarik minat dapat menyebabkan
adanya perhatian dan apa yaang menyebabkan adanya perhatian kita terhadap
sesuatu tentu disertai dengan minat (Ahmadi. 1982; 112). Jadi minat dan perhatian sangat erat
hubungan, karena dalam melakukan segala hal harus ada minat dan didasari dengan
perhatian. Sebab tugas yang dikerjakan dengan penuh minat akan memberikan buah
yang lebih besar memuaskan hati.
Menurut Crow
and Crow
minat adalah pendorong yang menyebabkan seseorang memberi
perhatian terhadap orang, sesuatu, aktivitas-aktivitas tertentu. (Johny Killis,
1988:26 )
.
Definisi
minat berdasarkan pendapat Crow and Crow dapat diambil
pengertian bahwa individu yang mempunyai minat terhadap belajar, maka akan
terdorong untuk memberikan perhatian terhadap Belajar tersebut.
Karateristik minat menurut Bimo Walgito :
1. Menimbulkan sikap positif
terhadap sesuatu objek.
2. Adanya sesuatu yang menyenangkan
yang timbul dari sesuatu objek itu.
3. Mengandung suatu pengharapan
yang menimbulkan keinginan atau gairah untuk mendapatkan sesuatu yang menjadi
minatnya ( 1977 ; 4 )
Menurut pendapat diatas yang perlu diperhatikan
adalah aspek terakhir yaitu unsur pengharapan menimbulkan keinginan untuk mendapatkan
sesuatu yang menjadi minatnya. Ahli lain mengatakan bahwa minat sebagai sesuatu
hasil pengalaman yang tumbuh pada dan dianggap bernilai oleh individu adalah
kekuatan yang mendorong seseorang itu untuk berbuat sesuatu. Jadi pengalaman
yang dianggap bernilai merupakan faktor yang turut membuat minat pada diri
individu. Pengalaman memberikan motivasi serta kekuatan pada diri individu
untuk melakukan sesuatu.
Menurut H.C.
Witherington yang dikutip Suharsini Arikunto, “Minat
adalah kesadaran seseorang terhadap suatu objek, suatu masalah atau
situasi yang mengandung kaitan dengan dirinya.” (1983 : 100 ). Batasan ini
lebih memperjelas pengertian minat tersebut
dalam kaitannya dengan perhatian seseorang. Perhatian adalah pemilihan suatu
perangsang dari sekian banyak perangsang yang dapat menimpa mekanisme
penerimaan seseorang. Orang, masalah atau situasi tertentu adalah perangsang
yang datang pada mekanisme penerima seseorang , karena pada suatu waktu
tertentu hanya satu perangsang yang dapat disadari. Maka dari sekian banyak
perangsang tersebut harus dipilih salah satu. Perangsang ini dipilih karena
disadari bahwa ia mempunyai sangkut paut dengan seseorang itu. Kesadaran yang
menyebabkan timbulnya perhatian itulah yang disebut minat. Unsur minat meliputi
perhatian, rasa senang, harapan dan pengalaman.
2. Tinjauan Minat Dalam
Agama Buddha
Dalam Buddhis minat adalah kehendak, keinginan, dan
kesukaan. Nafsu keinginan merupakan suatu penghalang, penghambat yang menutupi
batin dan melemahkan kebijaksanaan (Tim Penyusun, 2003:73). Keinginan merupakan
perasaan yang memiliki, keinginan membuat orang melekat terhadap apa yang
diinginkan setelah dimiliki.
Cetana atau
kehendak untuk berbuat baik atau tidak baik (Pandit, 2005:130). Cetana adalah
salah satu faktor mental (cetasika)
yang memimpin kesadaran pikiran dan faktor mental lainnya yang muncul
bersamaan. Ketika kesadaran mengambil salah satu objek, kontak (phasa) berkontak dengan objek, perasaan (vedana) mengalami objek
tersebut, pencerapan (sanna) membuat
catatan tentang objek tersebut.
Pikiran
menangkap objek tertentu (kusala-cetasika)
seperti keyakinan (saddha) dan
perhatian murni (sati) ataupun
akusala cetasika seperti keserakahan (lobha)
dan kebencian (dosa) juga ikut
terlibat. Buddha menyatakan “Karena mata dan bentuk, timbul kesadaran melihat,
sentuhan merupakan perpaduan ketiga hal itu. karena telinga dan suara, timbul
kesadaran mendengar, karena hidung dan bau, timbul kesadaran penciuman. Karena
lidah dan lezat, timbul kesadaran kelezatan. Karena tubuh dan obyek yang bisa
di sentuh, timbul kesadaran sentuhan. Karenan pikiran dan objek mental, timbul
kesadaran pikiran. Perpaduan katiga hal itu adalah sentuhan” (S.II.70)
Minat dalam
agama Buddha dapat disimpulkan adalah kehendak untuk berbuat baik atau tidak baik.
Kehendak-kehendak tersebut terjadi karenan adanya dorongan untuk melakukan
sesuatu berdasarkan obyek yang ada disekitarnya. Seseorang yang memiliki
kehendak yang baik akan mendapatkan hasil yang baik juga, begitu pula dalam
melaksanakan puja bakti. Orang yang memiliki dorongan motivasi atau keinginan
untuk melaksanakan puja bakti dengan rutin maka dalam kehidupan ini akan
mendapatkan hasil atau buah dari karma baik.
3. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Timbulnya Minat
Menurut Crow
and Crow, ada tiga faktor yang menimbulkan minat yaitu “faktor yang timbul dari
dalam diri individu, faktor motif sosial dan faktor emosional yang ketiganya
mendorong timbulnya minat”, (Johny Killis, 1988 : 26 ). Faktor-faktor yang
menimbulkan minat dapat digolongkan sebagai berikut :
a)
Faktor kebutuhan dari dalam.
Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani dan
kejiwaan.
b)
Faktor motif sosial, Timbulnya
minat dalam diri seseorang dapat didorong oleh motif sosial yaitu kebutuhan
untuk mendapatkan pengakuan, perhargaan dari lingkungan dimana ia berada.
c)
Faktor emosional. Faktor ini
merupakan ukuran intensitas seseorang dalam menaruh perhatian terhadap sesuat
kegiatan atau objek tertentu
Jadi
berdasarkan dua pendapat diatas faktor yang menimbulkan minat ada tiga yaitu
dorongan dari diri individu, dorongan sosial dan motif dan dorongan emosional.
Timbulnya minat pada diri individu berasal dari individu, selanjutnya individu
mengadakan interaksi dengan lingkungannya yang menimbulkan dorongan sosial dan
dorongan emosional.
4. Proses
Timbulnya Minat
Menurut Charles
yang dikutip oleh Slamet Widodo dideskripsikan sebagai berikut : Pada awalnya
sebelum terlibat di dalam suatu aktivitas, siswa mempunyai perhatian terhadap
adanya perhatian, menimbulkan keinginan untuk terlibat di dalam aktivitas (
Slamet Widodo, 1989 : 72 ). Minat kemudian mulai memberikan daya tarik yang ada
atau ada pengalaman yang menyenangkan dengan hal-hal tersebut. Secara skematis
proses terbentuknya minat dapat digambarkan sebagai berikut :
Perhatian Keterlibatan Minat
5. Fungsi Minat
Crow and Crow (
1973 : 153 ) menyatakan ”The word
interested may be used to the motivatoring force which courses and individual
to give attenrion force person a thing or activity.” Pendapat disini dimaksudkan
bahwa perhatian kepada seseorang, sesuatu maupun aktivitas tertentu, sementara
ia kurang atau bahkan tidak menaruh perhatian terhadap seseorang, sesuatu atau
aktivitas tertentu sementara ia kurang atau bahkan tidak menaruh perhatian
terhadap seseorang, sesuatu atau aktivitas yang lain. Dari uraian tersebut
dengan adanya minat memungkinkan adanya keterlibatan yang lebih besar dari
objek yang bersangkutan. Karena minat berfungsi sebagai pendorong yang kuat.
Berdasarkan
berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan
seseorang untuk memilih dan melakukan aktivitas dibandingkan aktivitas yang
lain karena ada perhatian, rasa senang dan pengalaman.
b. Puja Bakti
1. Pengertian
Puja Bakti Anjangsana
Puja berarti
upacara penghormatan kepada dewa-dewa (KBBI, 2005:903), sedangkan Bakti adalah
tunduk dan hormat, perbuatan yang menyatakan setia (kasih, hormat, tunduk)
kepada Tuhan Yang Maha Esa atau seseorang anak kepada orangtuanya (KBBI,
2005:94).
Puja bakti
adalah salah satu upacara dalam agama Buddha yang memiliki tujuan untuk memberi
kekuatan para praktisi dan mendorong perbuatan bajik secara nyata, sehingga
membawa kebahagiaan baik pada dirinya maupun pada makhluk lain (Mukti, 2006:81).
Puja dipakai untuk menjelaskan bentuk penghormatan dalam agama Buddha secara
umum, sedangkan Bakti dipakai untuk menjelaskan penghormatan dalam bentuk tata
cara upacara pemujaan. Penggabungan dari kedua istilah ini menjadi Puja Bhakti
(Wibowo, 2001:120).
Puja bakti yang
lengkap selain pembacaan paritta suci dan meditasi, juga diisi dengan pembabaran
dharma atau penguraian ajaran-ajaran luhur Buddha. Upacara keagamaan dapat memberi
kesungguhan yang berarti dalam latihan, membantu individu memusatkan pikiran
atau konsentrasi, dan memperoleh ketenangan jiwa, semua harus dilakukan dengan
keyakinan yang sungguh, tanpa rasa takut, ketamakan, ataupun takhayul (Hanh,
2003:98).
Agama Buddha
mengungkapkan ekpresi keyakinan seperti dalam kegiatan puja bakti tidak
didasarkan perasaan takut karena perintah oleh suatu kekuatan dari luar diri.
Puja bakti dilakukan karena dorongan perasaan syukur, terima kasih, cinta,
penghormatan dan bakti kepada Buddha. Buddha bersabda bahwa sesaat saja
menghormati orang suci yang telah menyempurnakan diri, lebih baik dari pada mempersembahkan
ribuan kurban dari bulan ke bulan atau menyalakan api pemujaan di hutan, walau
sampai seratus tahun. Dalam dunia ini untuk memperoleh pahala, kurban atau
persembahan yang dilakukan oleh seseorang selama seratus tahun, tidak berharga
seperempat pun dari penghormatan kepada orang yang hidupnya lurus (Dh. 106-108). Mengenai penghormatan Sang
Buddha bersabda “pada mereka yang selalu menghormat kepada orang yang lebih
tua, akan memperoleh empat hal : panjang umur, kecantikan, kebahagiaan, dan
kekuatan (Dh. 109).
Puja bakti
dapat dilakukan dengan individu maupun dengan massal sesuai dengan kebudayaan di
masing-masing daerah dan dilakukan di vihara atau anjangsana di rumah-rumah
umat secara bergiliran. Puja bakti adalah upacara atau ritual penghormatan
dalam agama Buddha yang dilakukan baik
secara individu mapun massal, tujuannya adalah memberi kekuatan dan
mendorong perbuatan bajik secara nyata, sehingga membawa kebahagiaan. Puja
bakti anjangsana adalah upacara dalam
agama Buddha yang memiliki tujuan untuk memberi kekuatan dan mendorong perbuatan
bajik secara nyata, sehingga membawa kebahagiaan yang dilakukan diirumah umat
Buddha secara bergiliran.
2. Unsur-Unsur
Dalam Puja Bakti
Puja bakti
sebagai bentuk penghormatan mempunyai berbagai unsur antara lain simbol yang
melambangkan agama Buddha, sikap dan pembacaan paritta atau sutra-sutra. Altar
di vihara atau di ruang puja bakti keluarga dan terlihat benda-benda sebagai
simbol ajaran Buddha seperti rupang Buddha, air, dupa, lilin, bunga dan buah.
Sikap dalam puja bakti seperti anjali, namaskara, padakkhina, membaca paritta,
melafalkan nama Buddha dan samadhi.
3. Sarana Puja
Bakti
1. Paritta
Kata Paritta secara harafiah berarti “perlindungan”. Hal ini
bermakna bahwa pembacaan paritta yang baik dan benar akan memberikan perlindungan,
baik karena makna yang dikandungnya maupun karena getaran kebajikan yang
dtimbulkan oleh pembacaan paritta tersebut. Paritta adalah sutta dan
syair-syair atau khotbah yang dibabarkan Buddha dan merupakan ajaran luhur.
2. Vihara
Vihara adalah tempat ibadah umat Buddha atau tempat
melaksanakan puja bakti. Vihara atau arama pertama dinamakan Isipatana
Migadaya, dekat kota Benares. Komplek vihara, arama biasanya terdiri dari
berbagai bangunan dimana setiap bangunan itu mempunyai fungsi tersendiri
tergantung pada kemampuan umat Buddha yang mendirikan vihara atau arama, tetapi
vihara yang lengkap terdiri dari :
·
Bangunan utama yang didalamnya terdapat
patung Sang Buddha dan digunakan untuk pembabaran dhamma (Dhammasala).
·
Tempat tinggal para bhikkhu (kuti).
·
Tempat untuk perteman para
Bhikkhu (Sangha).
3. Uposathagara (Gedung Uposata)
Merupakan bangunan induk dari suatu vihara atau arama yang
digunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan penerangan vihara, yaitu 1.
Upacara penahbisan seseorang menjadi Bhikkhu (upasampada), 2. Pembacaan patimokkha (aturan disiplin kebikkhuan),
3. Upacara persembahan jubah khatinna, 4. Upacara merehabilisir kesalahan
sedang (majjhimapati) dari para
bhikkhu.
4. Dhammasala
Merupakan tempat untuk pembacaan paritta, pembabaran dan
diskusi dhamma, meditasi untuk melaksanakan vesakha puja, aslhapuja, magha puja
juga berfungsi sebagai tempat untuk melangsungkan upacara pernikahan atau
upacara kematian.
5. Kuti adalah tempat tinggal para anggota sangha.
6. Pohon Boddhi
Pohon boddhi atau pohon kebijaksanaan menginggatkan umat
Buddha kepada pencapaian tingkat ke-Buddha-an Pertapa Gotama.
7. Perpustakaan
Perpustakaan merupakan sarana terpenting untuk pembinaan
kehidupan beragama disamping menambah ilmu pengetahuan.
8. Altar
Altar merupakan tempat untuk melambangkan kesucian dan
kebiijaksanaan Buddha, biasanya altar terdapat di dalam uposathagara atau
dhammasala yang terdapat beberapa persembahan, anatara lain :
a. Lilin
Lilin merupakan simbol dari cahaya yang akan melenyapkan
kegelapan batin dan mengusir ketidaktahuan (avijja).
Dengan menyalakan lilin berarti telah membuat sinar terang, sebagaimana lambang
lilin yang dapat membakar habis semua yang kotor sehingga yang tinggal hanya
unsur sucinya saja. Demikian juga mausia harus memusnahkan segala kekotoran
pikiran dan batin, dengan sinar dharma sehingga memiliki pikiran dan batin yang
bersih.
b. Dupa
Pembakaran dupa adalah untuk mengharumkan ruangan ibadah,
yang diibaratkan sebagai harumnya ajaran Buddha yang menyebar untuk menolong
semua makhluk di alam semesta.
c. Bunga
Bunga melambangkan ketidakkekalan dari semua benda (anicca), bunga yang diletakan di altar
setelah beberapa hari akan layu dan kering, begitu pula dengan kehidupan di
alam semesta yang selalu berubah dan tidak kekal adanya. Semua kejadian dimulai
dari awal, kemudian berlangsung dan kemudian lenyap. Ketidakkekalan merupakan
kenyataan yang dapat dialami dan dirasakan dengan jelas dalam kehidupan sehari-hari.
d. Air
Air putih adalah lambang kebersihan atau kesucian, yang
melambangkan senantiasa sebagai manusia selalu berpikiran jernih dan bersih
dalam mencapai kemajuan rohani dan selalu merendahkan hati. Air dianggap
memiliki sifat yang demikian, yaitu : a) dapat membersihkan noda-noda, b) dapat
memberikan tenaga hidup terhadap semua makhluk, c) dapat menyesuaikan diri
dengan segala keadaan, d) selalu mencari tempat yang rendah (tidak sombong).
e. Buah
Persembahan buah-buahan melambangkan buah dari pencapaian
spiritual yang membawa ketempat tertinggi yaitu pencerahan.
f. Stupa
Stupa merupakan tempat untuk menyimpan relik Buddha atau para
arahat, siswa Buddha. Bentuk stupa melambangkan empat unsur pokok yang membetuk
jasmani manusia, yakni unsur tanah, air, api, dan gerak. Puncak dari stupa
disebut Joti, artinya cahaya yang maha suci Buddha Gotama. Stupa paling atas
bentuknya semakin meruncing melambangkan sifat konsentrasi pikiran yang semakin
lama semakin terpusat dan halus dalam melaksanakan meditasi (Vinara, 2008:128).
4. Makna Puja Bakti
Puja bakti sebagai tindakan penghormatan meneruskan praktik umat
Buddha pada zaman kehidupan Buddha Gortama. Penghormatan adalah sikap terpuji
yang menunjukan sikap rendah hati dan dapat mengikis kesombongan atau ego
seseorang. Terdapat variasi cara memberi hormat dan bersujud, tergantung
kesantunan dan tradisi masing-masing umat.
5. Manfaat Puja
Bakti
Manfaat puja
bakti sebagai salah satu upacara keagamaan adalah berkembangnya hal-hal sebagai
berikut :
1. Keyakinan (Sadda)
2. Mengembangkan sifat-sifat luhur (Brahmavihara) yaitu cinta kasih, belas kasih, simpati dan keseimbangan batin
3. Perasaan puas (Santutthi)
4. Kedamaian (Santi)
5. Kebahagiaan (Sukha)
baik bagi dirinya maupun keluarga.
Menfaat puja
bakti akan tercaai bila dilakukan secara benar dan rutin, dengan memahami makna
yang dimiliki dan upacara dilakukan semata-mata untuk memupuk sifat-sifat baik,
bukan keterikatan pada tradisi (Mukti, 2006:81).
Pemujaan atau
upacara yang dilakukan dengan pandangan keliru menimbulkan kebahagiaan rendah
dan menimbulkan penderitaan makhluk lain. Seperti upacara pengorbanan makhluk
hidup dengan anggapan bahwa upacara tersebut akan membawa keselamatan bagi
pelaksana. Upacara atau penghormatan ini hendaknya dapat diubah dengan upacara
yang akan membawa kebahagiaan bagi semua makhluk.
Manfaat puja
bakti dapat juga untuk melakukan penyadaran, di depan altar Buddha yakni
seperti syair di bawah ini:
Syair
Penyadaran Diri
Di hadapan Buddha aku menyesali
Kesalahan yang aku lakukan kepada mereka
Secara tulus dan terbuka
Semoga batinku menjadi tenteram
Jika dengan tindakan, ucapan, dan pikiran
Orang lain telah berbuat salah kepadaku
Aku dengan tulus memaafkan semuanya
Di hadapan Buddha Yang Mahasempurna
6. Tujuan
Melaksanakan Puja Bakti
Puja bakti atau
kebaktian dalam agama Buddha dilakukan dengan cara yang berbeda-beda dan
menggunakan doa yang berbeda sesuai dengan aliran masing-masing karena agama
Buddha juga banyak aliran dan banyak sekte. Dalam kebaktian, ada yang
menggunakan bahasa Mandarin, bahasa Sanskerta, bahasa Pali, bahasa Jepang,
Tibetan, dan bahasa yang lain. Meskipun cara dan doa yang dibacakan ketika
kebaktian berbeda-beda, namun memiliki tujuan yang sama, yaitu
seperti berikut.
a. Menghormati dan merenungkan
sifat-sifat luhur TriRatna (Buddha, Dhamma dan Sangha)
b. Meningkatkan keyakinan (Saddha) dengan tekad (Aditthana)
terhadap TriRatna
c. Mengembangkan empat sifat luhur (Brahma
Vihara), yaitu cinta kasih, belas kasih, simpati, dan batin seimbang
d. Mengulang atau membaca dan
merenungkan kembali khotbah khotbah Buddha
e. Melakukan Anumodana, yaitu membagi
perbuatan baik kepada makhluk lain
f. Berbagi kebajikan kepada semua
makhluk
Hal yang
terpenting saat melakukan puja bakti adalah pikiran bersih, penuh konsentrasi
agar indra-indra terkendali saat membaca doa untuk mengagungkan TriRatna. Paritta yang dibaca dalam
puja bakti berisi doa agar semua
makhluk berbahagia.
7. Macam-Macam
Puja Bakti
1. Kebaktian
Umum
Kebaktian umum
adalah kebaktian yang dilaksanakan secara bersama-sama di Vihara, Cetiya
ataupun Candi. Contoh kebaktian umum, yaitu kebaktian dewasa, usia lanjut
(manula), kebaktian sekolah minggu, dan kebaktian hari raya. Kebaktian umum
dibedakan menjadi dua macam, yaitu kebaktian yang dihadiri Bhikkhu dan
kebaktian yang tidak dihadiri oleh Bhikkhu. Permohonan tuntunan Paritta
Tisarana Pancaīla (Arādhanā Tisarana Pancaīla) dibacakan
agar dibimbing Bhikkhu berlindung kepada TriRatna dan
tekad melaksanakan Pancasila. Ketika Bhikkhu akan ceramah, maka umat Buddha
harus membacakan paritta permohonan ceramah (Arādhanā Dhammadesanā).
2. Kebaktian
Sekolah
Kebaktian
sekolah adalah kebaktian yang dilaksanakan sebelum dan sesudah pelajaran agama
Buddha dilaksanakan. Di dalam kebaktian ini, pembacaan doa tidak mengikat dan
mengikuti kebiasaan di sekolah tersebut. Pada umumnya, sebelum pelajaran agama
Buddha dimulai, siswa dan guru membacakan Paritta Namaskara Gatha. Setelah
pelajaran selesai, siswa membacakan kembali Namaskara Gatha atau Vihara Gita
Namaskara.
Tujuan
kebaktian di sekolah agar para siswa lebih yakin terhadap kebenaran Dharma
Buddha. Tujuan lainnya ialah memberi pengaruh batin siswa agar lebih tenang dan
konsentrasi dalam belajar. Hal yang perlu diperhatikan dalam kebaktian di
sekolah adalah mempersiapkan suasana tenang dan batin yang damai. Suasana
tenang dan damai akan membuat pembacaan Paritta lebih hikmat.
3. Kebaktian
Pribadi
Kebaktian
pribadi adalah kebaktian yang dilakukan oleh perorangan atau keluarga yang
biasanya dilaksanakan di rumah. Akan tetapi, terdapat pula umat Buddha
yang melaksanakan kebaktian pribadi di Vihara ataupun Cetiya.
Pengatur jalannya puja bakti adalah pemimpin kebaktian. Dalam puja bakti,
terdapat sikap hormat yang perlu dilakukan agar lebih hikmat. Sikap hormat
ketika puja bakti, yaitu seperti berikut;
a. Bersujud (Namaskara), dengan lima titik
menyentuh lantai
b. Beranjali, dengan merangkapkan kedua tangan di depan
dada.
c. Berjalan (Pradaksina/Padakkhina), dengan
mengelilingi altar/candi searah jarum jam sebanyak tiga kali, tangan bersikap
anjali dan tanpa menggunakan alas kaki.
8. Sopan Santun
di Vihara
Mengunjungi
Vihara sebaiknya menunjukkan tata krama atau sikap hormat dan sopan dengan
mematuhi peraturan di Vihara tersebut. Dengan melakukan tata krama mematuhi
peraturan di Vihara, puja bakti dapat berlangsung dengan tertib dan hikmat,
tenang dan nyaman. Tata krama yang ada di Vihara contohnya adalah seperti
berikut.
1. Tata Krama Berpakaian
a. Berpakaian rapi dan sopan
b. Melepaskan alas kaki, topi maupun jaket
c. Meletakkan alas kaki pada tempat yang disediakan
2. Tata Krama Pikiran
a. Pikiran bersih saat memasuki halaman Vihara
b. Menjaga kesadaran agar pikiran tetap bersih dan suci
3. Tata Krama Ucapan
a. Memberi salam dengan bersikap anjali kepada Bhikkhu dan sesama umat Buddha.
b. Bersikap ramah kepada siapa saja.
c. Mengikuti puja bakti dengan tertib dan hikmat.
d. Membaca doa dan paritta dengan tenang.
4. Tata Krama dalam Perbuatan
a. Memasuki ruang puja bakti dengan bersikap anjali
b.Sebelum dan setelah meninggalkan ruang puja bakti, bersujud
(Namaskara) di hadapan altar Buddha
c. Mendengarkan ceramah atau cerita dengan tenang
d. Bermeditasi dengan tenang dan serius
e. Bersikap sopan, tenang, tidak bercanda atau berisik, dan
tidak lari-larian
f. Mematikan mobile
phone ketika puja bakti
g. Membuang sampah pada tempatnya
h. Tidak makan atau minum ketika di ruang puja bakti
i. Tidak menjulurkan kaki ke depan altar
5. Tata Krama terhadap Bhikkhu/Bhikkhuni
a. Menghormat dengan bersikap anjali memberi salam atau
bernamaskara
b. Dengan sopan memanggil Bhikkhu dengan panggilan
“Bhante” dan Bhiksu dengan panggilan “Suhu” atau “Sefu”
c. Berhenti sejenak jika berpapasan dengan anggota Sangha
Bangun jika sedang duduk, dan memberi tempat duduk yang baik kepada anggota
Sangha
d. Duduk di tempat yang tidak lebih tinggi dari
Bhikkhu/Bhikkhuni
e. Bila bicara dengan anggota Sangha yang berbeda jenis,
sebaiknya dilakukan di tempat terbuka.
G. METODE PENELITIAN
1. Metode Yang Digunakan
Penelitian ini, mengunakan metode penelitian
kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2008:4) mendefinisikan metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh. Jadi,
dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam
variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu
keutuhan.
Asumsi dasar dari pendekatan kualitatif, bahwa
manusia dalam berilmu pengetahuan tidak dapat lepas dari pandangan moralnya,
baik pada taraf mengamati, menghimpun data, menganalisa, ataupun dalam membuat
kesimpulan (Muhadjir, 2000:33-50).
Gejala itu bersifat holistik (menyeluruh,
tidak dapat dipisahkan), sehingga peneliti kualitatif tidak akan menetapkan
penelitian hanya bersadarkan variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi
sosial yang diteliti yang meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor), dan
aktivitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis (Sugiyono, 2005:32)
Selain
itu, Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari
pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya
(Moleong, 2008:4). Menurut Williams (dalam Moleong, 2008:5), penelitian
kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan
metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara
alamiah. Dengan demikian, hal tersebut memberikan gambaran bahwa penelitian
kualitatif mengutamakan latar alamiah, metode alamiah, dan dilakukan
oleh orang yang mempunyai perhatian alamiah.
Denzin dan Lincoln (dalam Moleong, 2008:5)
menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar
belakang alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan
dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Biasanya metode yang
digunakan adalah wawancara pengamatan, dan pemanfaatan dokumen.
Penelitian kualitatif dari sisi definisi lainnya dikemukakan bahwa hal itu
merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan
memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau sekelompok
orang. Sebenarnya definisi tersebut hanya mempersoalkan satu metode yaitu
wawancara terbuka, sedangkan yang penting dari definisi tersebut adalah upaya
untuk memahami sikap, perasaan, pandangan, dan perilaku baik individu maupun
sekelompok orang (Moleong, 2008:5).
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur
analisis statistik atau kuantifikasi lainnya. Penelitian kualitatif didasarkan
pada upaya membangun pandangan orang-orang yang diteliti yang rinci, dibentuk
dengan kata-kata, gambaran holistik, dan rumit (Moleong, 2008: 6 ).
Selain itu, Richie (dalam Moleong, 2008:6) berpendapat bahwa penelitian
kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di
dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang
manusia yang diteliti.
Dari definisi-definisi yang telah diuraikan di
atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena-fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain
secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.
Pada penelitian ini, menggunakan kualtatif
dengan pedekatan fenomenologis. Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Alsa,
2003:33), penelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha memahami makna
dari suatu peristiwa dan pengaruhnya dengan manusia dalam situasi tertentu.
2. Subyek Penelitian
a. Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2005:49) populasi adalah sekelompok
orang, kejadian, atau segala sesuatu yang memiliki karakteristik tertentu. Kriteria
yang digunakan dalam populasi penelitian ini adalah individu muda-mudi buddhis
yang kurang mempunyai minat untuk melaksanakan puja bakti anjangsana di desa
Sampetan tahun 2016/2017.
b. Teknik Pengambilan Subyek
Dalam penelitian kualitatif, sampel sumber data dipilih
secara purposive sampling. Teknik yang digunakan karena anggota sample dipilih
secara khusus berdasarkan tujuan peneliti atau sampel sumber data pada tahap
awal memasuki lapangan dipilih orang yang memiliki power dan otoritas pada
situasi sosial atau obyek yang diteliti.
3. Metode Pengumpulan
Data
a. Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna
dalam suatu topik yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Sugiyono,
2007: 72). Demi terciptanya tujuan yang telah ditetapkan dan diinginkan oleh
peneliti akan melakukan beberapa kali pertemuan dalam kegiatan wawancara hingga
di dapatkan data yang lengkap. Hal ini untuk memperoleh data di lapangan bahwa
kegiatan penelitian ini dapat memperoleh hasil yang optimal.
Sedangkan jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian
ini adalah wawancara yang terstruktur, yaitu wawancara yang telah ditetapkan
masalah dan pertanyaan-pertanyaannya yang akan diajukan kepada subyek atau
sampel. Namun peneliti tidak menggunakan pedoman yang terstruktur ini sebagai
bahan yang kaku, sehingga diharapkan untuk mengetahui lebih jauh dalam kegiatan
penelitian ini. Pertanyaan-pertanyaan disusun berdasarkan masalah yang ada
dalam desain penelitian (Moleong, 2008:138).
b. Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui indra
manusia. Dalam melakukan observasi alat utamanya adalah indra manusia. Seperti
indra penglihatan, indra pendengaran, indra perasa dan yang lainnya. Seperti
syarat sebuah perilaku yang dapat diobservasi diatas, yaitu dapat dilihat
(dengan menggunakan indra penglihatan), dapat didengar (dengan menggunakan
indra pendengaran), ada pula objek observasi yang menggunakan indra perasa,
misalnya mengamati kenaikan suhu, dan lain sebagainya.
Observasi
biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap
fenmena-fenomena yang diselidiki (Hadi, 2002:136). Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan jenis observasi partisipan karena peneliti terlibat atau
ikut ambil bagian dalam kegiatan subyek. Hasil dari observasi yang dikumpulkan
oleh peneliti diharapkan dapat mendukung data-data yang dikumpulkan melalui
wawancara. Dalam observasi ini, peneliti ingin mengungkap: a) keadaan fisik
subyek, b) perilaku dan ekspresi wajah yang diperlihatkan subyek saat wawancara
langsung, c) perilaku dan kegiatan yang diperlihatkan subyek daal kehidupan
sehari-hari.
4. Metode Analisis Data
Menurut
Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2008:248) analisis data kualitatif adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisir data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola “menginfestasikannya”
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari,
dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.
Patton (dalam Wijayanti, 2007:34-35)
mengungkapkan hal-hal yang penting untuk analisis data kualitatif, yaitu :
a. Mempresentasikan secara kronologis peristiwa yang diamati
dari awal hingga akhir.
b. Mempresentasikan insiden-insiden kritis atau
peristiwa-peristiwa kunci berdasarkan urutan kepentingan insiden tersebut.
c. Mendeskrisikan setiap tempat, setting, atau lokasi yang berbeda sebelum mempresentasikan
gambaran dan pola umumnya.
d. Memfokuskan analisis dan presentasi pada individu-individu
atau kelompok bila memang individu atau kelompok tersebut menjadi unit analisis
primer.
e. Mengorganisasikan data dengan menjelaskan proses-proses yang
terjadi (proses seleksi, pengambilan keputusan, komunikasi, dan lainnya).
f. Memfokuskan pengamatan pada isu-isu kunci yang diperkirakan
sejalan dengan upaya menjawab pertanyaan
primer penelitian.
Langkah-langkah teknik analisis yang digunakan dalam
penelitian ini (dalam Wijayanti, 2007:35-36) adalah :
a. Mengorganisasikan data yang diperoleh dari wawancara dan
observasi dengan rapi, sistematis, dan selengkap mungkin yang dilakukan dengan
cara mengdokumentasikan dan menyiapkan data-data tersebut.
b. Melakukan koding pada materi yang telah diperoleh.
c. Melakukan pemahaman konseptual data yang mengacu pada
kemampuan memperoleh insight, memberi makna data, memahami dan memilah data
mana yang esensial dan mana yang tidak.
d. Membuat kesimpulan sementara yang bertujuan menajamkan tema
dan pola yang ditemukan dari data.
e. Melahirkan interprestasi data melalui konteks pemahaman
diri, pemahaman biasa yang kritis dan pemahaman teorotis.
5. Uji Kesagihan Dan
Keandalan Data
Untuk menguji kasagihan dan keandalan data
dalam penelitian kualitatif (Moleong, 2008:327-343) dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu : perpanjangan keikusertaan, ketekunan pengamatan,
triangulasi, pemeriksaan sejawat melalui diskusi, analisis kasus negatif,
pengecekan anggota, uraian rinci, dan auditing.
Dalam
penelitian ini, untuk menguji kesagihan dan keasahan data penelitian
menggunakan cara:
1. ketekunan pengamatan
Menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat
relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan
diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
2. pemeriksaan sejawat dengan diskusi
Megekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam
bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat mengenai hal yang diteti oleh
peneliti.
3. Triagulasi
Merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. dalam penelitian ini peeliti menggnakan
triangulasi sumber, yaitu membendingkan dan mengecek kembali derajad
kepercayaan suatu informasi yang dieroleh dengan cara membandingkan data hasil
pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dengan hasil wawancara yang telah
dilakukan dengan subyek peneliti.
H. Garis Besar Sistematika Penulisan Proposal
Sistematika proposal tentang faktor-faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi rendahnya motivasi belajar siswa SMP N 4 Ampel Kelas
VII tahun pelajaran 2016/2017:
1.
Bab I
Pendahuluan berisi latar belakang masalah, identifikasi
masalah, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian.
2.
Bab II
Landasan teori yang berisi faktor-faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi menurunya prestasi belajar siswa SMP N 4 Ampel kelas VII tahun pelajaran 2016/2017.
3.
Bab III
Metode Penelitian
4.
Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan.
5.
Bab V
Penutup berisi simpulan dan saran
I. DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan
Umar. 1982. Psikologi Umum. Surabaya:
PT. Bina Ilmu.
Alsa, A. 2003. Pendekatan Kuantitatif Kulaitatif Serta
Kombinasinya Dalam Penelitian Psikologi.
Yogyakarta: Pustaka Belajar
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta
Hanh, Tich Nath.2003. Menjadi Pelita Hati. Bandung: Vihara Vimala
Dharma.
Hardjana, Agus M. 1994.
Kiat Sukses Studi Di perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Kanisius
Karuddin J, Pandit. 2005. Abhidhammatthasangaha. Tangerang: Vihara
Padumuttara
Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi
Penelitian Kualitatif Cet 13.
Bandung : Remaja
Muhajir, Neong. 2000. Metodologi
Penelitian Kualitatif Edisi IV. Yogyakarta: Penerbit Rake Sarasin.
Mukti, Krisnanda Wijaya.
2006. Wacana Buddha Dhamma. Jakarta:
Yayasan Dharma Pembengunan.
Slameto. 1988. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Sugiyono. 2005. Metode
Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
The Book Of The Kindred Saying Part IV (Vol. IV)
(Samyuta Nikaya). Translated Davids. Rhys. 1989. Oxford: The Pali Text Society
Tim Penerjemah. 1996. Dhammapada
Sabda-Sabda Buddha Gotama. Jakarta: Hanuman Sakti.
Tim
Penyusun. 2002. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Tim Redaksi. 2005. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Vinara,
2008. Ensiklopedia Buddha Dhamma Menjadi
Buddhis Sejati. Jakarta: CV. Santusita.
Witherington, H. C. (1999). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Aksara Baru.